Sejenak dapat direnungi ungkapan Presiden soekarno di atas, bahwasanya perjuangan kita sebagai generasi muda akan jauh lebih sulit dibandingkan perjuangan para pahlawan bangsa terdahulu, sebab yang kita lawan adalah bangsa kita sendiri, bukan secara fisik melainkan secara karakter dan sikap sebagai anak bangsa.
Sebagai contoh, kerap kali kita menemukan fenomena perundungan, penyebaran berita bohong, penyebaran isu-isu sara dan radikal, tak luput juga penyebaran informasi yang bertujuan untuk membuat keributan hingga perpecahan dalam bangsa.
Digitalisasi dan modernisasi teknologi menjadi hal yang substansial dalam kehidupan saat ini. Dunia virtual bahkan lebih di gandrungi oleh banyak khalayak, sebab segala bentuk komunikasi tersedia di sana dengan seperangkat kemudahan dan kepraktisan dalam mengaksesnya, dunia seolah menjadi ruang tanpa batas.
Ketika dunia menjadi seperti ruang tanpa batas, segala norma dan etika masyarakat yang dijunjung tinggipun seolah turut menjadi samar, tak lagi jelas mana saja batas-batas yang seharusnya tidak dilanggar. Ironinya, kebebasan dan kemudahan dalam penggunaan teknologi sebagian besar disalahgunakan untuk tujuan yang tidak baik, salah satunya untuk memicu suatu perpecahan, apalagi banyak beredar isu-isu radikalisme yang berbahaya, dan mengancam persatuan bangsa.
Di sinilah pentingnya pendidikan karakter bagi semua anak bangsa, untuk kembali memahami apa esensi dari cita-cita persatuan bangsa. Bukankah kita semua tahu jika suatu bangunan yang sudah retak maka akan jauh lebih mudah untuk runtuh?
Untuk membangun sebuah bangunan yang kokoh dibutuhkan pondasi yang kokoh pula, dan pondasi yang kokoh bagi sebuah bangsa adalah karakter. Karakter yang tidak hanya mendamba persatuan tetapi juga memperjuangkan persatuan, saling menghargai dan menghormati, menanamkan rasa memiliki atas tanah air ini.
Lagi, perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan penguatan karakter, malah akan menjadi ancaman, di mana nilai-nilai kebangsaan tidak terlalu diutamakan, ketika kebudayaan dan karakter bangsa yang seharusnya dipertahankan malah mulai dikesampingkan atau bahkan ditinggalkan.
Oleh karena itu, lahirlah masyarakat di dunia maya yang begitu mudah terprovokasi dengan isu-isu yang bermuatan kebencian atau isu lainnya yang belum pasti kebenaranya, lahirlah masyarakat yang dengan sangat mudahnya saling menghakimi dan menyalahkan, saling merundung lalu beramai-ramai menjustifikasi sesuatu hanya berdasarkan asumsi subjektif belaka.